Friday 9 September 2016

Tunggu Saja #2

Satu tahun kemudian...

Kini semua telah berakhir. Tidak ada lagi orang-orang yang menghina fisikku seperti dulu, kini mereka justru memuji penampilanku yang sungguh drastis berubah. Tidak ada lagi mereka yang menjauhi atau yang jail mengotori loker milikku. 

Pengorbananku tidak sia-sia, aku sudah sangat muak dihina oleh para manusia yang merasa sempurna. Awalnya mereka berfikir jika perjuanganku untuk mendapatkan penampilan yang ideal tidak akan ada gunanya, mereka terus menghina sampai akhirnya aku menunjukan perubahan yang drastis. Dan sekarang? Mereka menutup mulutnya menggunakan tangan mereka sendiri.

Menurut pandanganku, memang wajar jika seseorang melihat fisiknya. Tapi, apakah harus menghujat? Tidak. Karena sewaktu-waktu semuanya akan berubah terutama fisik dan penampilan seseorang.

***

"Minggu ini orang-orang ngomongin tentang Jeslyn. Kenapa sih  dia? Apa spesialnya dia sampai satu sekolah harus ngomongin gadis gendut itu!" tanya Roy.

"Lho, lo belum tahu kabarnya? Lo sih kebanyakan gak masuk sampai gak tahu berita terhangatnya."

"Itu-itu si Jeslyn lewat." ujar lagi Kevin.

"Jeslyn? Mana? Enggak ada tuh yang kayak bola." jawab Roy.

Kevin menunjuk Jeslyn yang tengah berjalan bersama temannya. Bukan hal biasa semenjak Jeslyn berubah, laki-laki memasang mata tanpa mengedipkan matanya untuk melihat dia. Begitu sempurna, badannya yang kini sudah sangat ideal, tinggi, rambutnya yang dibiarkan tergerai.

"Jeslyn? Kurus? Please, lo gak usah bercanda sama gue kenapa sih." ujar Roy kepada Kevin. 

"Ngapain gue bohong? Gila sih, gue gak nyangka sama dia sekarang. Dulu gue sering ngatain dia habis-habisan, sekarang gue naksir berat." 

Roy tertegun, dia menutup mulutnya rapat-rapat. Bola matanya membulat dengan sempurna. Siapa sangka jika Jeslyn sekarang seperti ini? Roy berjalan dengan langkah yang sangat cepat, meninggalkan Kevin yang masih terus melihat Jeslyn. Di benaknya ada rasa yang mengganjal, tapi tidak tahu rasa apa itu. Roy sendiri tidak mengerti, tenggorokannya tercekat saat melihat Jeslyn, gadis culun nan gendut yang dulu selalu dia hina. Tiba-tiba ada rasa sesal dihatinya, tapi tidak tahu lagi apa itu. Pikirannya sukses kesana kemari, jantungnya berdegup dengan kencang. 

Hell, ya-kali gue suka sama Jeslyn.

Bodoh.

Gue ini kenapa sih? 

Saturday 13 August 2016

Tunggu Saja #1

Aku Jeslyn, sekarang aku duduk dibangku kelas 1 SMA. SMA yang katanya meng-asyikan dan masa-masa paling indah selama sekolah, bagiku tidak sama sekali. Mereka hanya mementingkan penampilan fisik dan memandang dengan sekejap mata. Pantas saja jika aku selalu dihina oleh mereka karena penampilanku yang jauh dari kata sempurna.

Aku tahu aku memiliki badan yang besar, kulit yang hitam, dan mukaku yang berjerawat. Dan aku juga tahu dominan anak-anak yang bersekolah disini adalah orang kaya, cantik dan tampan, dan berkulit putih, tapi apakah mereka pantas menghinaku? Apakah mereka merasa dirinya-lah paling sempurna?

"Jeslyn, mau kemana?" Seseorang dari belakang mencoba menyamai langkahku.

"Ke loker." aku menengok kepadanya. Dan ternyata dia si laki-laki yang selalu menghina setiap dia melihatku.

"Sendirian?"

"Hm iya sih aku paham kamu selalu sendirian, kan tidak ada yang ingin berteman denganmu bukankah begitu Jeslyn?" ujarnya.

Aku hanya diam dan mencoba tidak menggubris ucapannya. Jika sekarang aku memiliki kekuatan super, mungkin sekarang aku akan menampar wajah tampannya itu tanpa terlihat olehnya. Sayangnya itu hanya cerita fiksi yang tidak pernah terjadi. Aku terus berjalan dan tidak peduli dengan mulut tajamnya yang terus menghinaku. Semakin aku balas, dia akan semakin senang. Bukankah begitu.

"Hei Roy, mengapa kamu berjalan dengan si gendut itu? Apakah kamu......"

"Diam kamu. Mana mungkin aku naksir dengan orang seperti dirinya. Lagian, si gendut ini seperti pembantu rumahku. Hancur reputasi namaku jika kamu bergosip yang tidak tidak." Ujar Roy. Si laki-laki brengsek itu kemudian meninggalkanku dengan seribu langkah.

Sabarlah Jeslyn. Jadikan hinaan mereka menjadi motivasiku untuk menjadi lebih baik.


Sesampainya di loker, aku melihat banyak sekali sticky note menempel di loker. Aku langsung mencabutnya dan aku melihat sekumpulan perempuan tertawa melihatku mencabut sticky note. Pasti itu mereka yang sengaja menempelkannya. Tidak terasa air mata ku terjatuh di pipi, aku langsung mengusapnya agar orang-orang tidak tahu jika aku menangis. 

Brengsek nya kalian semua, tunggu saja balasan apa yang akan kubuat kepada kalian.

Sunday 31 January 2016

Oneshot: Secret Admirer

Aku berdiri didepan pintu kelas sembari memegang gagangnya dengan erat. Hal biasa yang aku lakukan ketika aku sedang melihat orang yang aku sukai, orang yang tidak pernah tahu dengan diriku, orang yang tidak pernah sadar jika ada sesosok perempuan yang menyukainya dengan diam.

Pandanganku tertuju kepadanya, irama jantungku berdegup dengan sangat cepat hingga aku sulit untuk bernafas. Aku tertangkap basah sedang melihat dirinya dengan nanar, spontan aku merubah posisi ku sehingga aku membelakangi pintu.

Dia melihatku ketika aku sedang melihatnya. Bodoh.

Aku mencoba kembali untuk melihat dia yang sekarang sudah entah kemana. Perasaanku lega ternyata dia sudah tidak ada lagi didekat kelasku. Lalu aku berjalan keluar kelas dan berdiri dengan pangkuan tembok dan melihat murid-murid berjalan dilapangan, kali-kali ada dia, aku pikir.

Aku tahu dia, dia tidak tahu diriku. Dia adalah laki-laki yang sangat populer dan satu sekolah mengenal dirinya. Aku suka bercerita kepada satu temanku jika aku menyukainya. 

Menjadi seorang secret admirer bukanlah perkara yang mudah dan menenangkan jiwa. Ketika aku sedang melihatnya atau sering berpapasan bertemu, aku hanya bisa menunduk atau seperti orang yang tidak mengenalnya juga. Dia juga sering melihatku, tapi aku tidak pernah berani untuk menatap matanya. Dan sering sekali aku mendapati dirinya sedang bersama dengan perempuan, bukan karena dia playboy, tapi dia memang seperti itu.

Saturday 31 October 2015

Valentino Rossi VS Marc Marquez

Oke well, saya tahu disini dan saya menulis artikel ini sudah sangat basi tetapi masih menjadi topik terhangat entah sampai kapan berakhirnya. Dan entah mengapa hati ini bergerak untuk menulis artikel tentang insiden Sepang Clash antara Valentino Rossi dan Marc Marquez.


Saya telah banyak membaca status di facebook ataupun twitter tentang kejadian yang kemarin yang mana banyak menghina dan menghujat keduanya sesuai siapa idola mereka. Fans Rossi menghina Marquez dan fans Marquez menghina Rossi. 

Yang saya teliti dari awal, Rossi memang sudah membahasnya di pressconference disepang tentang duelnya di Philip Island dengan Marquez. Disini tidak ada yang benar ataupun salah menurut saya, keduanya salah. Yang satu memprovokasi dan yang satu terprovokasi, tapi disini saya tegaskan Valentino Rossi yang kami kenal adalah orang yang ngomong apa adanya dan tidak basa basi dan munafik seperti yang lainnya.


Saturday 1 August 2015

Sorry #1

Oke, sebelumnya ini masuk kebagian Slut In Love. Hanya saja berbeda judul, karena banyak pembaca yang masih minta dan penasaran dengan selanjutnya. Dan di part ini, menegaskan dan menjawab para pembaca yang bertanya-tanya. Jadi, selamat membaca dan happy reading :)

"Kau mau minum apa?"

"Sirup. Diluar sangat panas sekali."

"Akan aku ambilkan."

Aku melangkah menuju dapur untuk membuatkan minuman untuk suamiku. Ya memang, harus aku akui jika diluar cuaca sangat panas dan menyengat hingga ke kulit. Aku membuatkan minuman sembari melihat wajah Nicky yang dipenuhi dengan keringat dan menarik-narik kerah kemejanya untuk mendapatkan angin yang lebih di tubuhnya. Nicky hanya pulang kerumah sekedar untuk melihatku dan kedua anakku, bisa dibilang jika rumah kami dengan kantornya lumayan dekat.

"Ini untukmu." Aku memberikannya dan ikut duduk disamping Nicky sembari menikmati tayangan televisi. Kali ini dan detik ini, aku ingin mengabdi kepada suamiku, aku akan menjadi orang tua untuk kedua anakku dan istri yang baik untuk suamiku. Aku tidak akan pernah lagi memuaskan nafsu laki-laki hidung belang hanya untuk uang semata, percayalah. Tidak akan pernah lagi.

"Mom, Yeslyn dan Suho lagi apa?" tanyanya sembari menaruh gelas yang sudah kosong ke meja.

Saturday 25 July 2015

Apakah Kebebasan Bertindak di Indonesia Sudah Dijunjung TinggiSeiringdengan Reformasi?

Writer: Tio Mutia

 Mungkin artikel ini basically untuk “ menceramahi” orang yang sudah “menceramahi” gue (walau agak kaku sebenernya kalo diliat dari judulnya). Well, gue gak harus banyak bacot di twitter, spam, cari sensasi, labrak sana labrak sini, gue masih waras, gue gak melakukan apapun untuk “famous” gue juga ingin memperjelas, ga perlu lapor sana sini, langsung ngomong ke muka gue apa yang ga lo suka, ga usah bacot cari gerombolan orang introvert untuk nyerang gue dan temen-temen gue.

Gue ngerti, lo butuh respect karena gaya fangirling gue ga sesuai dengan kebiasaan di Indonesia yg, katakanlah, ortodok karena gue terlalu banyak gaul di tumblr yang notabene adalah sekumpulan orang-orang maju dengan pemikiran maju dan “terbuka:”. Asalnya gue mau bikin artikel ini dengan gaya bahasa kaku biar sekalian gue ajuin karya tulis ini ke pengamat lingkungan sosial, tapi dari tadi malem yang gue liat, susah kayaknya kalo harus berbicara terlalu jauh. Sekarang kita berbicara aja dasar-dasar dalam menjadi orang yang “open minded”.



Sunday 7 June 2015

Because I'm Jealous 10 #End



Not sure sih, tapi happy reading ya :)

Seketika Vale langsung membalikkan badannya, mencari seorang yang memanggil namanya. Tepat di hadapannya sudah ada laki-laki bertubuh tegap nan perkasa sudah siap dengan segalanya.

Sial, mengapa aku harus bertemu dengan laki-laki bajingan ini

Vale menghembuskan nafasnya dengan kasar sembari memutarkan kedua bola matanya. Apa maksud dan tujuan Marc kemari dan menyapanya?

"Apa kabarmu?" tanya Marc bersahabat. Ia menepuk bahu Vale yang lebih tinggi darinya.

Marc menghitung detik demi detik di dalam hatinya. Ia menunggu dan Vale tak kunjung merespon pertanyaan yang di lontarkan dari mulutnya. Ia hanya diam dan terus sibuk memperhatikan Marc, seperti terhipnotis dengan apa yang di lakukannya. 

"Hei, aku ini berbicara padamu." sedikit bentak-an dari Marc. Vale malah menempatkan tangan di pinggangnya dan tetap bersikukuh tak ingin menggubris ucapan Marc. 

Lagi pula, apa untungnya Vale menjawab pertanyaan basa-basi dari Marc? Hanya akan membuat tenggorokkannya kering. Apa mau Marc mengajaknya ke restoran dan mentraktir demi sebuah minuman? Sepertinya tidak.

Marc menghela nafas dan membuangnya dengan sangat kasar. Bermaksud agar Vale segera tahu jika ia tak senang di perilakukan seperti itu. Padahal, awalnya Marc berniat untuk bersilaturahmi dan meminta maaf dengan apa yang di lakukan olehnya. Tapi, niatan itu berubah seketika setelah melihat perilakuan Vale yang kurang menyenangkan.